Jangan Ikut Pramuka! Sebuah Refleksi Mendalam Tentang Tidak Perlunya Mengikuti Pramuka

Jejak Pramuka – Kalimat “Jangan ikut Pramuka!” tentu terdengar kontroversial dan mengguncang, terlebih bagi mereka yang pernah merasakan manfaat luar biasa dari kegiatan kepramukaan. Namun mari kita gunakan pendekatan ini sebagai cermin untuk merefleksikan bagaimana sebagian orang masih memandang Pramuka sebelah mata. Padahal, jika dipahami dan dihayati secara mendalam, Pramuka justru merupakan salah satu wadah terbaik dalam pembentukan karakter, peningkatan kompetensi, dan penguatan kepribadian seseorang dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Banyak orang berpikir bahwa mengikuti Pramuka hanyalah kegiatan baris-berbaris, memasang tenda, atau bernyanyi di sekitar api unggun. Pendapat sempit semacam ini menjadi alasan utama mengapa sebagian siswa, orang tua, bahkan institusi pendidikan mulai mengendurkan perhatian terhadap kegiatan Pramuka. Padahal, di balik atribut, tongkat, dan simpul tali, tersimpan metode pendidikan nonformal yang sangat kaya akan nilai, keterampilan, dan filosofi hidup yang aplikatif.

Seseorang yang mengikuti Pramuka secara rutin, konsisten, dan sadar akan prosesnya, akan merasakan perubahan dalam banyak aspek hidupnya. Misalnya, kemampuan kepemimpinan. Dalam setiap kegiatan Pramuka, anggota tidak hanya dituntut untuk patuh, tetapi juga belajar memimpin kelompok, mengatur strategi, memecahkan masalah di lapangan, serta mengelola konflik dengan bijak. Hal ini tidak diajarkan secara teoritis seperti di ruang kelas, melainkan langsung melalui pengalaman nyata—sebuah metode pembelajaran yang disebut learning by doing.

Tak hanya itu, Pramuka juga membentuk karakter tangguh, ulet, serta penuh inisiatif. Dalam kegiatan perkemahan, misalnya, peserta harus bertahan hidup dengan fasilitas terbatas, berinisiatif membuat makanan, membangun tempat tinggal, menjaga kebersihan, hingga mengatur jadwal regu. Situasi semacam ini melatih ketahanan mental dan kedisiplinan secara luar biasa. Siswa yang dulunya manja, terbiasa bergantung pada orang tua, bisa berubah menjadi pribadi yang mandiri dan tangguh setelah mengalami pembinaan Pramuka secara konsisten.

Salah satu contoh nyata yang menguatkan urgensi kepramukaan adalah jejak tokoh terkenal dunia dan nasional yang tumbuh dari lingkungan kepanduan. Di tingkat global, Bill Gates aktif di Boy Scouts of America di masa muda; ia mengenal nilai kerja tim, kedisiplinan, dan kepemimpinan sejak dini. Neil Armstrong, astronot pertama di bulan, merupakan Eagle Scout, yang mencerminkan keberanian, ketenangan dalam tekanan, dan kecermatan tinggi—semua kualitas yang diasah dalam Pramuka.

Di Indonesia, tokoh paling representatif adalah Sri Sultan Hamengkubuwono IX, yang disebut sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Sejak muda, beliau sudah aktif dalam kepanduan lokal dan kemudian memimpin konsolidasi berbagai organisasi kepanduan nasional. Sebagai Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) dari 1961 hingga 1974, beliau mencetuskan Tri Satya dan Dasa Darma Pramuka, yang menjadi panduan moral bagi anggota Pramuka hingga saat ini.

Sri Sultan HB IX juga memprakarsai penggabungan organisasi kepanduan menjadi Gerakan Pramuka yang resmi berdiri melalui Keppres No. 238 Tahun 1961, bersama Presiden Soekarno dan tokoh pendiri lainnya seperti A. Aziz Saleh dan Achadi. Kiprahnya diakui internasional ketika dianugerahi Bronze Wolf Award dari WOSM pada tahun 1973 atas jasa besar dalam kepramukaan dunia.

Pendidikan kepanduan menurut Baden‑Powell sangat menekankan metode learning by doing, membentuk karakter melalui tantangan langsung, serta prinsip “Be Prepared”. Nilai seperti self‑reliance, leadership through service, dan character through challenge memang selaras dengan visi Sri Sultan HB IX yang membentuk skema pendidikan karakter dan moral melalui Pramuka di Indonesia.

Jejak tokoh ini merupakan bukti konkrit bahwa Pramuka bukan sekadar atraksi baris-berbaris atau camp warga. Melainkan proses pendidikan karakter dan kepemimpinan yang berdampak jangka panjang: seorang pemimpin nasional yang membentuk dan menanamkan nilai-nilai moral kolektif melalui struktur organisasi kepanduan terbesar di Indonesia.

Selain itu, Pramuka juga memberikan bekal sosial yang kuat. Di era digital yang penuh isolasi sosial akibat gawai dan media sosial, kegiatan Pramuka mendorong interaksi langsung, kerja sama kelompok, hingga empati sosial melalui kegiatan bakti masyarakat. Banyak peserta yang mengaku menjadi lebih peka terhadap lingkungan sosial setelah mengikuti kegiatan seperti bakti kampung, donor darah, hingga tanggap bencana bersama anggota Pramuka lainnya.

Sayangnya, sebagian orang masih menyepelekan nilai-nilai luhur Dasa Darma dan Trisatya Pramuka. Padahal, nilai-nilai ini—seperti bertakwa kepada Tuhan, menolong sesama, disiplin, hemat, bertanggung jawab, dan suci dalam pikiran dan perbuatan—bukan sekadar hafalan. Bagi mereka yang mengikuti Pramuka dengan kesadaran penuh, nilai-nilai ini menjadi prinsip hidup yang mengakar. Dan dalam dunia kerja maupun kehidupan bermasyarakat, prinsip-prinsip inilah yang membedakan antara pribadi tangguh dan mereka yang mudah goyah.

Oleh karena itu, alih-alih berkata “Jangan ikut Pramuka!”, seharusnya kita bertanya ulang kepada diri sendiri: “Sudahkah aku memberi kesempatan kepada diriku, anakku, atau muridku untuk tumbuh menjadi pribadi yang kuat melalui wadah seperti Pramuka?” Refleksi semacam ini menjadi penting, agar kita tidak terjebak pada pandangan sempit, melainkan melihat Pramuka sebagai laboratorium kehidupan yang luar biasa. Pramuka bukan kegiatan tambahan, ia adalah investasi karakter yang sangat berharga.

Mengikuti Pramuka memang tidak menjanjikan ijazah tambahan atau gelar prestisius, tetapi ia menjanjikan manusia-manusia berkualitas: berani, tangguh, peduli, dan siap menghadapi masa depan dengan bekal keterampilan hidup yang sesungguhnya. Maka, mari kita balik narasi awal tulisan ini: “Jangan ragu ikut Pramuka! Karena di sanalah karakter teruji, kepribadian dibentuk, dan masa depan dipersiapkan.”[JP-Red]

Ditulis oleh : Uays Hasyim, SE., MM., CT.HLC., CPS – Pimpinan Redaksi jejakpramuka.com, Pendiri SIKAP PANDUNATA (Sekolah Inspirasi Kepribadian Akhlak Perilaku), Direktur HOLCI – Holistiq Learning Center Indonesia;

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *