Krisis Minat di Pramuka Penegak: Analisa Kritis Refleksi atas Pola Pembinaan di Tingkat Penggalang

jejak Pramuka – Pramuka merupakan wadah pembinaan karakter yang berjenjang dan sistematis, di mana setiap golongan memiliki tahapan perkembangan yang harusnya berkesinambungan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan fenomena yang cukup memprihatinkan, yakni banyaknya adik-adik Pramuka Penggalang yang sebelumnya aktif hingga mencapai tingkatan tertinggi seperti Penggalang Garuda, tetapi ketika memasuki jenjang SMA/SMK/MA, mereka tidak lagi berminat untuk melanjutkan ke Pramuka Penegak.

Fenomena ini telah menjadi bahan kajian dalam riset kecil yang dilakukan selama lebih dari 25 tahun dalam setiap kegiatan Penerimaan Tamu Ambalan (PENTA), dan hasilnya menunjukkan alasan yang konsisten dari tahun ke tahun.

Kesalahan Pola Pembinaan di Tingkat Penggalang

Salah satu faktor utama yang menyebabkan kurangnya minat melanjutkan ke Pramuka Penegak adalah kesalahan pola pembinaan yang diterapkan saat mereka masih berada di tingkat Penggalang. Seharusnya, pembinaan pada tahap ini lebih menitikberatkan pada pembentukan karakter, keterampilan bertahan hidup, kepemimpinan, dan kebersamaan. Namun, dalam praktiknya, fokus lebih diarahkan pada kompetisi dan lomba-lomba yang menuntut kemenangan.

Dominasi Orientasi Lomba Tanpa Pembiasaan Materi

Dalam banyak gugus depan, sistem pembinaan cenderung hanya berorientasi pada kemenangan dalam lomba-lomba Pramuka. Akibatnya, materi latihan lebih diarahkan kepada persiapan untuk menghadapi lomba-lomba tertentu, tetapi tidak diintegrasikan sebagai pembiasaan dalam keseharian. Proses latihan pun dilakukan dalam tempo yang relatif singkat, bahkan hanya dua hingga tiga minggu sebelum perlombaan, dengan intensitas yang sangat tinggi dan tanpa mempertimbangkan keseimbangan fisik serta mental peserta didik.

Latihan Berlebihan hingga Larut Malam

Dampak dari sistem pembinaan berbasis lomba ini adalah pola latihan yang sangat melelahkan. Adik-adik Penggalang harus mengikuti latihan setiap hari sepulang sekolah, bahkan hingga larut malam. Hal ini mengakibatkan mereka mengalami kelelahan fisik yang luar biasa dan berdampak negatif terhadap kesehatan serta keseimbangan waktu belajar mereka di sekolah.

Kekhawatiran Orang Tua terhadap Kesehatan Anak

Fenomena latihan intensif yang dilakukan secara berlebihan tanpa perencanaan yang matang membuat banyak orang tua khawatir terhadap kondisi anak-anak mereka. Tidak sedikit yang akhirnya jatuh sakit akibat kelelahan atau kurang istirahat. Kondisi ini menimbulkan ketidakpercayaan orang tua terhadap sistem pembinaan Pramuka dan membuat mereka enggan memberikan izin kepada anak-anak mereka untuk melanjutkan ke jenjang Penegak.

Kecemasan akan Pola Pembinaan di Golongan Penegak

Selain faktor dari pengalaman pribadi, adik-adik Penggalang juga memiliki kekhawatiran bahwa pola dan sistem pembinaan di Pramuka Penegak akan sama dengan yang mereka alami di tingkat Penggalang. Ketakutan akan latihan yang melelahkan dan berorientasi pada kemenangan dalam lomba membuat mereka semakin enggan untuk bergabung di Ambalan. Padahal, pada dasarnya, Pramuka Penegak memiliki metode pembinaan yang berbeda, lebih fleksibel, dan berbasis pada pengembangan kepemimpinan serta kemandirian.

Refleksi Berdasarkan Konsep Baden Powell

Lord Baden-Powell, dalam bukunya Scouting for Boys, menekankan bahwa Pramuka seharusnya berbasis pada petualangan, keterampilan hidup, dan pengembangan karakter yang menyenangkan, bukan hanya tentang kompetisi. Ia menegaskan bahwa Pramuka adalah “a game with a purpose” (permainan yang memiliki tujuan), di mana anak-anak dan remaja belajar melalui pengalaman, bukan sekadar teori atau latihan intensif menjelang perlombaan.

Sementara itu, dalam Rovering to Success, yang menjadi panduan bagi Penegak, Baden-Powell menyampaikan bahwa fase ini haruslah menjadi tahap eksplorasi diri, pengabdian kepada masyarakat, serta pencarian jati diri melalui pengalaman-pengalaman nyata. Jika metode pembinaan di Penggalang hanya berorientasi pada kemenangan dalam lomba, maka mereka akan kehilangan esensi dari Pramuka yang sesungguhnya, sehingga tidak tertarik untuk melanjutkan ke tahap Penegak yang menuntut kemandirian dan tanggung jawab lebih besar.

Solusi untuk Perbaikan Sistem Pembinaan

Dari berbagai permasalahan di atas, sudah saatnya pola pembinaan Pramuka, terutama di tingkat Penggalang, mengalami reformulasi agar lebih menitikberatkan pada keseimbangan antara kompetisi, pembiasaan keterampilan, dan pengembangan karakter. Beberapa solusi yang bisa diterapkan antara lain:

  1. Menata ulang sistem pembinaan agar tidak hanya berorientasi pada kemenangan dalam lomba, tetapi lebih kepada pembentukan karakter dan kecakapan hidup.
  2. Mengintegrasikan materi latihan sebagai bagian dari keseharian sehingga tidak ada lagi metode “kebut semalam” menjelang perlombaan.
  3. Membatasi durasi latihan yang terlalu melelahkan dan mengoptimalkan waktu yang lebih efisien tanpa mengorbankan kesehatan peserta didik.
  4. Meningkatkan komunikasi dengan orang tua agar mereka memahami manfaat dari Pramuka dan tidak lagi khawatir terhadap kondisi anak-anak mereka.
  5. Mengenalkan sistem pembinaan Penegak yang lebih fleksibel dan berbasis kepemimpinan, sehingga adik-adik Penggalang memiliki gambaran yang lebih positif mengenai perjalanan mereka di jenjang berikutnya.

Perbaikan sistem pembinaan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab para Pembina di gugus depan, tetapi juga semua elemen yang terlibat dalam pendidikan Pramuka, termasuk kwartir dan organisasi Pramuka di tingkat nasional. Jika permasalahan ini terus dibiarkan, maka regenerasi kader Pramuka di tingkat Penegak akan terus mengalami penurunan, dan pada akhirnya, tujuan besar Gerakan Pramuka dalam membentuk generasi muda yang berkarakter kuat dan berjiwa kepemimpinan akan semakin sulit dicapai.

Kesimpulan

Fenomena berkurangnya minat Pramuka Penggalang untuk melanjutkan ke jenjang Penegak bukanlah sekadar tren sesaat, melainkan cerminan dari kesalahan sistem pembinaan yang terjadi selama bertahun-tahun. Sudah saatnya kita melakukan refleksi mendalam dan menghadirkan solusi konkret agar Pramuka kembali menjadi pilihan utama bagi generasi muda dalam membangun karakter, kemandirian, dan kepemimpinan mereka. Dengan pembinaan yang lebih baik dan sesuai dengan filosofi Baden-Powell, diharapkan semakin banyak generasi muda yang dengan bangga meneruskan perjalanan mereka di dunia Pramuka hingga ke jenjang tertinggi.[JP-Red]

Catatan Penting : Tulisan ini dihasilkan dari riset selama ± 25 tahun menjadi Pembina Pramuka Penegak di Gugus Depan Pangkalan berbasis Penegak pada saat pelaksanaan Penerimaan Tamu Ambalan atau PENTA. Riset dilakukan dengan random sampling pada 40% dari total peserta PENTA yang berjumlah 300 – 400 peserta didik, yang akhirnya diperoleh kesimpulan sebagaimana tulisan diatas. Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyinggung orang per orang, namun lebih dari bagian upaya untuk refleksi penulis akan menurunnya minat bergabung menjadi pramuka penegak. Semoga riset kecil ini memberikan manfaat untuk kemajuan gerakan pramuka, utamanya pramuka penegak.

Disarikan dari hasil riset, oleh : Uays Hasyim, SE., MM., CT.HLC., CPS – Pimpinan Redaksi jejakpramuka.com, Pendiri SIKAP PANDUNATA (Sekolah Inspirasi Kepribadian Akhlak Perilaku), Pendiri Program ESCYMO atau Eco Scouting Cyber Movement;

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *