Jejak Pramuka – Berdasarkan survei yang dilakukan oleh LinkedIn dan World Economic Forum (2022), lebih dari 89% rekruter menyatakan bahwa kegagalan karyawan dalam suatu pekerjaan lebih sering disebabkan oleh lemahnya soft skill, bukan kurangnya hard skill. Selain itu, studi dari Harvard University, Carnegie Foundation, dan Stanford Research Center mengungkapkan bahwa 85% kesuksesan seseorang dalam karier ditentukan oleh soft skill, sementara hanya 15% yang berasal dari hard skill.
Sayangnya, banyak perusahaan mengeluhkan bahwa Generasi Z cenderung kurang dalam keterampilan komunikasi, kerja sama tim, serta etika profesional. Laporan dari National Association of Colleges and Employers (NACE – 2022) juga menunjukkan bahwa sebagian besar lulusan baru tidak memiliki soft skill yang cukup untuk langsung beradaptasi di dunia kerja. Hal ini menyebabkan banyak perusahaan lebih selektif dalam merekrut karyawan muda atau bahkan mengutamakan kandidat dengan soft skill yang lebih matang, meskipun hard skill mereka tidak sekuat kandidat lainnya.
Soft Skill vs. Hard Skill: Apa Bedanya?
Dewasa ini, keterampilan teknis saja tak cukup untuk meraih sukses. Survei LinkedIn tahun 2019 menunjukkan 89% rekruter lebih memilih kandidat dengan soft skill kuat. Studi dari Harvard University, Carnegie Foundation, dan Stanford Research Center tahun 1918 juga mengungkapkan bahwa 85% kesuksesan karier ditentukan oleh soft skill, sementara hanya 15% berasal dari hard skill.

Soft Skill vs. Hard Skill: Mana yang Lebih Penting?
Kemajuan teknologi membuka peluang besar bagi Generasi Z, namun keberhasilan tak hanya bergantung pada keahlian teknis. Soft skill seperti komunikasi, kerja sama tim, dan kepemimpinan berperan besar dalam membangun karier. Kemampuan berkomunikasi dengan baik akan membantu dalam presentasi bisnis maupun interaksi sosial, sementara berpikir kritis dan pemecahan masalah menjadi keterampilan utama di dunia kerja yang dinamis.
Kolaborasi dan Kepemimpinan: Fondasi Kesuksesan
Kepemimpinan dan kerja sama tim menjadi soft skill yang dicari perusahaan. Survei Deloitte tahun 2016 menunjukkan 75% perusahaan lebih memilih karyawan dengan keterampilan kerja sama tim yang kuat. Contohnya, Elon Musk membangun tim luar biasa di Tesla dan SpaceX berkat kepemimpinan visionernya.

“Mengembangkan Soft Skill untuk Masa Depan”:
Untuk mengembangkan soft skill, Generasi Z perlu membangun kebiasaan positif, diantaranya :
1. Berlatih Komunikasi
Mengembangkan keterampilan komunikasi melalui public speaking akan meningkatkan kepercayaan diri serta kemampuan menyampaikan ide dengan jelas dan persuasif.
2. Mengikuti Organisasi atau Komunitas
Bergabung dengan organisasi atau komunitas membantu Generasi Z belajar bekerja dalam tim, membangun relasi, dan mengasah keterampilan kepemimpinan.
3. Belajar Manajemen Konflik
Mengelola konflik secara efektif adalah keterampilan penting di lingkungan kerja. Memahami sudut pandang orang lain dan mencari solusi win-win akan membantu dalam kolaborasi tim.
4. Membangun Empati dan Kecerdasan Emosional
Memahami perasaan orang lain dan mengelola emosi sendiri akan meningkatkan hubungan interpersonal dan kemampuan bekerja dalam lingkungan yang dinamis.
5. Mengikuti Kursus atau Seminar Soft Skill
Investasi dalam kursus online atau seminar akan memberikan wawasan baru dan teknik praktis dalam meningkatkan keterampilan komunikasi, kepemimpinan, serta manajemen diri.

Hal ini bisa ditarik kesimpulan: Keseimbangan adalah Kunci Kesuksesan tak hanya bergantung pada akademik tinggi, tetapi juga kepribadian dan soft skill yang kuat. Hard skill adalah pondasi, namun soft skill menjadi jembatan menuju peluang besar di dunia kerja. Dengan kombinasi keduanya, Generasi Z lebih siap menghadapi tantangan dan mencapai cita-cita mereka.[JP-Red]